Thursday, April 21, 2011

Pedati Gede Pekalangan



 
Bau harum cendana menyerebak begitu Ibu Taryi (55) Juru Kunci Pedati Gede membuka pintu bangunan seluas 300 m2. Bangunan tersebutlah yang selama ini menjadi “garasi” bagi Pedati Gede Pekalangan yang diberi julukan Ki Gede Pedati. Menurutnya bau harum tersebut berasal dari Pedati Gede, yang berbahan dasar kayu cendana dan kayu jati.

Pedati yang di buat pada masa Pangeran Cakrabuwana ini (1371) memiliki ukuran yang cukup besar. Panjang totalnya mencapai 8,6 m dengan tinggi 3,5 m dan lebar 2,6 m. pedati raksasa ini memiliki enam roda besar dengan berdiameter 2 m dengan panjang jari-jari 90 Cm. ditambah lagi dengan dua buah roda kecil dengan diameter berukuran 1,5 m dan panjang jari-jari 70 Cm.

Dalam catatan TD Sudjana, seorang pemerhati Sejarah Cirebon, disebutkan bahwa Pedati Gede sudah menggunakan teknologi yang terbilang maju pada jamannya. Dimana rangkaian pedati dibuat dengan menggunakan sistem bongkar pasang (knock down). Sehingga ukurannya bisa disesuaikan sesuai kebutuhan. Bahkan pedati ini dapat memiliki rangkaian panjang seperti kereta api.

Roda-roda pedati ini terbuat dari kayu yang dihubungkan dengan as berdiameter 15 Cm yang juga terbuat dari kayu. Dimana as-as tersebut dihubungkan dengan poros yang terdapat di masing-masing rodanya. Untuk menghindari gesekan as dengan poros roda saat berjalan, pedati ini menggunakan pelumas yang terbuat dari getah pohon damar. Sehingga roda-roda pedati bisa berputar dengan normal dan lancar. Pedati Gede ditarik oleh kebo bule (kerbau berwarna merah muda), karena kerbau jenis ini diyakini memiliki  kekuatan yang lebih besar dibanding denan kerbau biasanya.

Namun ada yang aneh dari posisi roda tersebut, yang letaknya saling menempel satu sama lain. Jika dipikir secara logika posisi roda tersebut akan saling bergesekan saat berjalan, yang dapat mengakibatkan pedati tersebut sulit digerakkan. Menurut Ibu Taryi, itulah keistimewaan Pedati Gede yang tidak dimiliki oleh kendaraan lain, sekalipun kendaraan modern yang ada saat ini. “Bahkan banyak yang meyakini Pedati Gede tidak berjalan di atas tanah alias dapat terbang” Tutur wanita yang memperoleh jabatan Juru Kunci Pedati Gede secara turun temurun ini.

Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Raja pertama Cirebon ((1478-1568)), peran Pedati Gede masih sangat besar, seperti pada saat pembangunan Istana Pakungwati dan Masjid Sang Cipta Rasa, pedati ini berfungsi sebagai sarana untuk mengangkut bahan-bahan bangunan. Sedangkan pada masa pemerintahan Panembahan Ratu I (1526-1649), penggunaan pedati sebagai sarana transportasi mulai marak digunakan oleh masyarakat secara luas. Dimana konstruksi  pedati gede dijadikan acuan oleh masyarakat dalam membuat pedati. Sehingga diyakini, pedati-pedati yang ada di pulau Jawa saat ini, konstruksinya mengacu ke model Pedati Gede.

Saat ini Pedati Gede menjalani istirahat panjangnya di tengah-tengah pemukiman padat di Gang Pedati Gede Kelurahan Pekalangan Kecamatan Pekalipan Cirebon. Untuk melihat Pedati Gede kita harus menyelusuri jalanan sempit di pemukiman tersebut. Keberadaan Pedati Gede disana sudah cukup menyatu dengan kehidupan masyarakat sekitarnya. Bahkan masyarakat tidak rela jika pedati tersebut dipindahkan ketempat lain. Saat ini kondisi Pedati Gede masih terbilang cukup kokoh walaupun sudah dimakan usia. Kebakaran yang pernah melanda pemukiman Pekalangan pada tahun 1931, membuat sebagian kayu Pedati Gede terbakar dan tidak bisa dirangkai lagi. Kayu-kayu yang terbakar tersebut di simpan secara rapi di “garasi” Pedati Gede, tepat di sisi sebelah kanan pedati tersebut.

Untuk mensosialisasikan keberadaan Pedati Gede sebagai salah satu warisan budaya, saat ini replika Pedati Gede sering ditampilkan dalam Pegelaran Festival Keraton Nusantara. Dalam festifal tersebut kita akan melihat kembali keperkasaan Pedati Gede menyelusuri jalanan dengan ditarik oleh seekor kebo bule. (ysg)

No comments:

Post a Comment