 |
Dok : Istimewa |
Sepasang kaki mungil itu dituntun untuk menapaki bumi selangkah demi
selangkah, dari sanalah perjalanan hidup ini dimulai…
Setelah seorang anak menginjak usia tujuh bulan, dalam adat Jawa khususnya
Cirebon, dikenal sebagai masa untuk mengenalkan anak pada tanah. Saat itu adalah pertama kali kaki sang anak diperkenankan untuk menginjakkan
kaki ke bumi/tanah. Tradisi ini biasa dikenal dengan tradisi Mudun lemah.
Sebelum seorang
anak menjalani tradisi ini, ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh orang
tua, yaitu bubur merah bubur putih, tumpeng lengkap dengan isinya, ketan
tetel/ketan uli, kembang setaman, beberapa helai kain berwarna merah, putih,
hitam, hijau dan jingga, kurungan ayam yang terbuat dari bambu, serta beberapa
properti yang akan dipilih oleh sang anak nantinya.
 |
Perangkat tradisi mudun lemah milik Keraton Kasepuhan Cirebon |
Dalam tradisi
mudun lemah ada tahap-tahap yang harus dilalui oleh sang anak. Tahap pertama,
anak akan dimandikan terlebih dahulu menggunakan air bunga setaman, maksudnya
adalah agar sang anak kelak mengarungi perjalanan hidupnya dalam keadaan
bersih. Setelah itu sang anak dikenakan pakaian yang bersih dan bagus dengan
filosofi kelak sang anak akan tumbuh dengan hati bersih dan hidup mulia.
Prosesi selanjutnya adalah sang anak diajak berkeliling dilingkungan sekitar
rumahnya, agar anak tersebut mengenal dan mencintai lingkungan tempat
tinggalnya. Biasanya prosesi berkeliling ini disertai dengan musik rebana yang
berisikan puji-pujian kepada Sang Maha Pencipta.
Selanjutnya sang
anak akan dibimbing untuk melangkah dengan menginjakan kaki pada ketan tetel,
dengan tujuan agar kelak sang anak tidak pernah melupakan tanah kelahirannya.
Usai prosesi tersebut, kemudian sang anak akan dibimbing untuk menaiki anak tangga
yang terbuat dari tebu wulung, dengan maksud agar sang anak dapat menapaki
kesuksesannya setahap demi setahap, hingga ia kelak berada pada derajat yang
tinggi.
Prosesi terakhir
adalah sang anak akan dimasukkan kedalam kurungan ayam, dimana dalam kurungan
tersebut telah diletakkan benda-benda pilihan, seperti kitab Al-Qur’an, buku
tulis, cermin, uang dan benda-benda bermanfaat lainnya. Sang anak akan
dibiarkan untuk mengikuti nalurinya mengambil salah satu dari benda tersebut,
yang masing-masing mengandung makna yang berbeda yang mencerminkan kehidupan
sang anak kelak.
Misalkan anak
tersebut mengambil Al-Qur’an, maka anak tersebut dianggap akan menjadi orang
yang taat beragama, jika uang yang diambil oleh anak tersebut, maka sang anak
kelak akan dianggap akan menjadi seorang pengusaha/pedagang yang sukses,
apabila buku tulis yang menjadi pilihan anak tersebut, maka diramalkan anak
tersebut akan tumbuh menjadi anak yang pandai.
Saat ini tradisi
mudun lemah sudah semakin jarang dilaksanankan. Hanya oleh mereka yang masih
memegang tradisi yang kuatlah, tradisi ini tetap bertahan melawan derasnya kemajuan
zaman. namun walaupun begitu, nilai-nilai yang dikandung dalam tradisi ini
merupakan nilai-nilai luhur yang wajib ditanamkan oleh setiap orang tua kepada buah
hatinya. Agar kelak terbentuk generasi-generasi yang mampu mengangkat harkat
dan martabat bangsa. (ysg)