Saat ini (5/8/12) cuaca di Cirebon sangat panas dan kering,
karena sedang berhembus angin kumbang yaitu angin yang membawa udara kering
yang biasa berhembus di wilayah Cirebon hingga Tegal pada Bulan Agustus setiap
tahunnya.
Untuk mengurangi pengaruh hawa panas dari angin kumbang tersebut,
Cirebon Insight memutuskan untuk berjalan-jalan ke Keraton Kasepuhan, yaitu
sebuah keraton tertua dan termegah di Cirebon. Keraton ini dibangun pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan
Gunung Jati pada tahun 1506.
Pada awalnya Keraton Kasepuhan bernama Keraton
Pakungwati, nama tersebut diambil dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran
Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua.
Disebelah Timur Keraton terdapat bangunan yang cukup
tinggi Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon
sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Bangunan
tersebut dikelilingi dengan tembok bata tua atau terracota yang masih kokoh, tembok tersebut memiliki gapura
bergaya bentar sebagai pintu
masuknya. Gapura bentar adalah gapura
khas kerajaan Majapahit, konon bentuk Keraton Pakungwati pada awalnya
mengadopsi bentuk istana Trowulan Majapahit. Hal unik lainnya pada tembok
tersebut adalah terdapat ornamen berupa piringan keramik yang berasal dari Cina
dan Eropa yang tertanam hampir di sepanjang tembok gapura.
Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang
bernama Alun-alun Sangkala Buana. Dahalu di alun-alun tersebut setiap hari
Sabtu selalu digelar latihan keprajuritan yang disebut dengan Saptonan. Di
alun-alun tersebut juga dijadikan tempat untuk melaksanakan hukum pidana Islam,
seperti hukum cambuk bagi masyarakat yang bersalah.
Di Sebelah Barat Alun-alun
tersebut berdiri sebuah masjid yang usianya tidak jauh berbeda dengan Istana
Pakungwati, yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid ini memiliki keunikan
dengan dikumandangkannya Adzan Pitu, yaitu Adzan (panggilan sholat) yang
disuarakan bersama tujuh orang muadzin sekaligus.
Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan
atau yang disebut Kompleks Siti Inggil, kita
akan menemui dua buah pendopo, yang terletak di sebelah barat
disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton dan
lurah, sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti
yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan
keprajuritan di alun-alun.
Setelah Melewati gerbang atau disebut juga regol akan tampak halaman luas di tengah
halaman tersebut tampak patung dua ekor macan putih yang disebut juga dengan
Macan Ali, yang menjadi lambang dari Keraton kasepuhan, juga menjadi simbol
dari keraton lainnya di Cirebon. Di belakang patung tersebut tampak bangunan
utama berwarna putih. Bangunan tersebut bernama Malang Semirang dengan jumlah
tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman.
Dibelakang bangunan tersebut terdapat beberapa ruangan
yang termasuk ruangan utama yang sering dijadikan kegiatan kenegaraan Sultan
kasepuhan, seperti Bangsal Pringgodani dan Bangsal Panembahan yang merupakan
ruangan utama tempat Sultan menerima tamu kenegaraan ataupun mengadakan
rapat-rapat penting bersama para petinggi keraton.
Dalam bangsal panembahan kita akan kembali disuguhkan
pemandangan yang luar biasa dari perpaduan beberapa budaya, seperti Jawa, Arab,
China dan Eropa. Seperti lukisan dan lampu gantung yang berasal dari Eropa,
maupun ornamen bunga lotus/teratai merah pada dingding Bangsal Panembahan yang
mewakili budaya China.
Di dalam komplek Keraton kasepuhan kita juga dapat
menemukan dua buah musium keraton, musium di sebelah barat adalah musium yang
berisikan benda-benda pusaka keraton, seperti alat musik yang terdiri dari
gending dan gamelan, perlengkapan perang mulai dari keris, tombak, baju jirah
serta beberapa meriam dari portugis dan somalia.
Sedangkan musium di sebelah
timur adalah musium Singa Barong, yang berisi kereta pusaka keraton Kasepuhan
yang merupakan perwujudan beberapa mahluk yang bertubuh singa, berkepala naga,
berbelalai gajah serta bersayap garuda. Kereta pusaka ini tersimpan rapih dalam
musium tersebut dan hanya dikeluarkan pada bulan syawal untuk di jamas atau dibersihkan.
Untuk memasuki Keraton Kasepuhan, kita hanya perlu
merogoh kantong sebesar Rp 5.000,- saja itupun sudah termasuk jasa pemandu
wisata yang juga merupakan abdi dalem Keraton Kasepuhan. Sedangkan untuk
memasuki kompleks Siti Inggil kita tidak dipungut biaya sepeserpun. Dalam
kompleks Siti Inggil yang sejuk ini kita masih bisa merasakan suasana Istana
Trowulan Majapahit.
Keraton Kasepuhan terletak di Jl Lemah Wungkuk
Cirebon, letaknya tidak jauh dari Pasar Kanoman (keraton Kanoman). Banyak akses
transportasi dari Stasiun Kejaksan Cirebon dan Stasiun Prujakan, maupun dari Terminal
Harjamukti Cirebon kita dapat menggunakan becak maupun angkot. Untuk ongkos
becak dari Stasiun Kejaksan dan Prujakan sekitar Rp 15.000,- dan dari Terminal
Harjamukti sekitar Rp 20.000,-. Sedangkan untuk angkot, dari ketiga “gerbang
masuk” kota Cirebon tersebut, perlu setidaknya dua kali ganti angkot dengan
ongkos Rp 2.500, sekali jalan. (ysg)