Sunday, August 14, 2011

Gema Kemerdekaan Dari Kota Cirebon


Tugu Proklamasi 15 Agustus 1945 di perempatan Jl Siliwangi Cirebon
Tidak banyak yang tahu apa makna dari sebuah tugu berwarna putih yang tegak berdiri di dekat Alun-Alun Kejaksan Cirebon, tepatnya di perempatan antara Jalan Kartini dan Jalan Siliwangi. Bertahun-tahun tugu tersebut berdiri tegak dan membisu tanpa menyampaikan makna apapun.

Reruntuhan Kota Hiroshima setelah ledakan Bom Atom 1945
67 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Agustus 1945, radio BBC menyiarkan sebuah berita yang sangat penting, yaitu kekalahan Jepang akibat dihancurkannya Kota Nagasaki dan Hiroshima oleh bom atom milik sekutu. Berita dari stasiun radio yang diharamkan oleh pemerintahan jepang tersebut terdengar juga oleh telinga Sutan Sjahrir (Bung Sjahrir), seorang tokoh pergerakan. Sjahrir menyuruh Subadio Sastrosatomo untuk menyampaikan kabar menggembirakan tersebut kebeberapa rekan pergerakan lainnya termasuk kepada Dr Soedarsono di Cirebon. Saat itu Dr Soedarsono menjabat sebagai kepala RS Gunung Djati Cirebon.

Bagi Sjahrir, momen ini sangatlah penting bagi rakyat Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya. Sjahrir berkeinginan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepatnya, karena ia khawatir jika kemerdekaan diproklamasikan setelah melewati tanggal 15 Agustus 1945, kemerdekaan tersebut akan dianggap sebagai hadiah pemberian dari Jepang. Anggapan seperti ini dapat saja muncul, karena pada saat itu Bung Karno dan Bung Hatta sedang berada di Dalat, Saigon (Vietnam). Untuk menemui Marsekal Terauchi, dalam rangka pembahasan pemberian kemerdekaan Indonesia dari Jepang. 

Sjahrir, Soekarno dan Hatta
Pada Pertengahan hari tanggal 14 Agustus 1945, saat Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke tanah air. Sjahrir menyampaikan pentingnya untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun keinginan itu di tolak oleh kedua tokoh tersebut. Bagi Bung Karno dan Bung Hatta proklamasi kemerdekaan haruslah tetap melalui PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang sudah dibentuk. Saat itu PPKI memang sudah berencana menggelar sidang pada tanggal 25 Agustus 1945. gelagat menyerahnya Jepang pada sekutu juga sudah terdengar oleh Bung Hatta saat berada di Dalat, karena itu mereka juga berencana mempercepat sidang PPKI dan mengecek kebenaran berita dari Sjahrir keesokan harinya ke Gunseikanbu (markas tentara Jepang), yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945. keputusan ini membuat Sjahrir kecewa, harapannya pupus untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan agar tidak terkesan sebagai hadiah dari Jepang.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta mendapati Gunseikanbu dalam keadaan kosong, merekapun menuju rumah Marsekal Meyda. Dari sikap Meyda merekapun mengambil kesimpulan bahwa berita yang disampaikan oleh Sjahrir adalah benar. Dalam perjalanan pulang, Bung Hatta mengusulkan agar sidang PPKI digelar pada tanggal 16 Agustus 1945 dan usulan ini disetujui oleh Bung Karno. Melalui Mr. Soebardjo rencana ini segera disampaikan kepada seluruh anggota PPKI yang saat itu sudah berada di Hotel Des Indes Jakarta.

Suasana Sidang PPKI menjelang kemerdekaan
Pada sore harinya kakak beradik Soebadio Sastrosatomo dan Subianto mendatangi kediaman Bung Hatta. Mereka mencoba mempengaruhi agar sidang PPKI pada tanggal 16 Agustus 1945 ditiadakan dan meminta Bung Karno atas nama Rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan melalui corong radio. Permintaan tersebut ditolak oleh Bung Hatta hingga terjadi perselisihan diantara mereka. Kejadian inilah yang memicu terjadinya peristiwa Rengas Dengklok, di mana para pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke luar dari Jakarta, untuk menekan kedua tokoh tersebut  segera memproklamirkan kemerdekaan.

Malam harinya Soebadio Sastrosatomo melaporkan hasil tugasnya menyebarluaskan berita kekalahan jepang kepada Sjahrir, ia juga melaporkan tindakan para pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta. Mendengar laporan tersebut Sjahrir marah terhadap sikap Bung Karno dan Bung Hata yang tetap bersikukuh menunda proklamasi kemerdekaan, namun Sjahrir juga menyalahkan tindakan para pemuda menculik kedua tokoh tersebut. Malam itu juga Sjahrir menyusun kekuatan rakyat melalui kelompoknya diberbagai daerah termasuk Cirebon untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 di Kota Cirebon, melalui Dr Soedarsono dibacakanlah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proklamasi tersebut terdiri dari tiga ratus kata yang mengutarakan ketidaksukaan bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa kolonial manapun juga. Proklamasi tersebut dibacakan oleh Dr Soedarsono di Alun-alun Kejaksan di depan sekitar 150 orang yang sebagian besar anggota Partai Nasional Indonesia Pendidikan.

Proklamasi Cirebon lahir dari semangat para pemuda

Namun sayang, proklamasi yang dibacakan oleh Dr Soedarsono itu kurang mendapat sambutan dari rakyat, bahkan dari masyarakat Cirebon sendiri. Hal ini terjadi karena proklamasi tersebut lahir dalam friksi ideologis di kalangan pemuda pergerakan dan ketidak berdayaan Sjahrir untuk membujuk Bung Karno dan Bung Hatta mempercepat proklamasi. Disamping itu juga pamor Bung Karno di mata rakyat lebih kuat dibandingkan Sjahrir. Sehingga proklamasi di Cirebon tidak bergema di seluruh nusantara. 

Ada beberapa versi mengenai proklamasi di Cirebon, pertama teks proklamasi sepanjang tiga ratus kata tersebut adalah tulisan Sjahrir yang di faks kepada Dr Soedarsono, namun versi lain menyebutkan bahwa teks tersebut adalah tulisan Dr Soedarsono sendiri. Perbedaan versi ini terjadi karena teks proklamasi yang dibacakan tersebut hilang entah kemana. Kedua, mengenai tempat dan waktu dibacakannya proklamasi. Ada versi lain yang mengatakan bahwa Dr Soedarsono tidak membacakannya di Alun-alun Kejaksan tapi dari tempat lain, dan proklamasi tersebut tidak dibacakan pada tanggal 15 Agustus 1945, tetapi pada keesokan harinya yaitu pada tanggal 16 Agustus 1945. Hal ini mengingat kesibukan para pemuda pergerakan pada tanggal 15 Agustus 1945.

Lokasi Tugu Proklamasi di lihat dari atas (Google Map)
Diantara banyak versi mengenai proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan di Cirebon, dibangunlah sebuah tugu berbentuk menyerupai pensil berwarna putih di dekat Alun-alun Kejaksan. Untuk mengingatkan kita bahwa di kota udang ini pernah terjadi suatu peristiwa bersejarah yang sangat berharga, yaitu dibacakannya proklamasi kemerdekaan. (ysg)

No comments:

Post a Comment