Friday, June 24, 2011

Trend Baju Muslim Anak Semakin Diminati Menjelang Lebaran


 
Lebaran masih dua bulan lagi, namun permintaan baju muslim anak di pasaran sudah meningkat tajam. Kondisi ini terlihat dari semakin banyaknya orang tua yang mencari baju muslim untuk anak-anak mereka. Hal ini juga dirasakan langsung oleh Kedai Klambie, salah satu toko online yang  menjual pakaian anak-anak melalui jejaring sosial facebook.

Akhir-akhir ini Kedai Klambie kebanjiran permintaan baju Muslim anak dari para pelanggannya. Menurut pemilik Kedai Klambie, Aqeela. Semakin banyaknya corak atau model baju muslim saat ini, menjadikan baju muslim anak semakin tampil trendy dan gaul, tidak tampak ketinggalan jaman dan justru membuat anak-anak tampak lucu saat mengenakannya.

Setiap stock model baru baju Muslim anak yang dimiliki oleh Kedai Klambie selalu di foto dan di upload di toko online miliknya. Walaupun di jual melalui facebook, banyak juga para orang tua, khususnya para ibu yang berminat untuk membelinya. Bahkan ada juga diantara mereka yang selalu memesan stock baru yang di upload oleh Kedai Klambie.

Pelanggannya pun bukan hanya berasal dari dalam kota saja, banyak yang berasal dari luar kota bahkan tidak sedikit yang berasal dari luar pulau Jawa. Untuk menjaga kenyamanan para pelanggannya dalam bertransaksi, Kedai Klambie selalu berusaha semaksimal mungkin menjaga kepercayaan para pelanggannya. Karena itu ia selalu mengirim barang yang telah dipesan oleh para pelanggannya, begitu para pelanggannya telah mentransfer uang sejumlah harga yang telah disepakati bersama.


Kedai Klambie yang juga membuka stand setiap hari minggu di Pelataran Parkir Stadion Bima Cirebon, juga mengakui jika baju Muslim anak telah menjadi salah satu daya tarik pengunjung untuk datang ke standnya, di samping baju anak-anak model lainnya. Tidak jarang ada pembeli yang memesan model tertentu untuk anak kesayangannya. Menyikapi banyaknya minat para pembeli akan baju muslim. Kedai Klambie menyiasati keterbatasan lahan standnya dengan memasang foto-foto model baju Muslim dari stock yang di milikinya. “ini akan membuat para pembeli semakin mudah untuk mencari model yang disukainya” tutur Aqeela.

“Modelnya lucu-lucu, gak ketinggalan jaman. Anak-anak juga tampak lebih smart saat memakainya.” Tutur Rita, ibu satu anak asal Perumnas Cirebon, saat mengunjungi Stand Kedai Klambie di Bima. Ia juga mengaku suka sekali mengenakan baju Muslim untuk putrinya yang baru berumur tiga tahun tersebut. (ysg)

Kedai Klambie on facebook : shaumichan@gmail.com




Tuesday, June 14, 2011

Hot-nya Nasi Jamblang Brekelle

“Nasi dua, tempe dua, sate kentang satu, sambal dua” itulah kalimat yang umumnya sering terdengar saat kita makan nasi jamblang, nasi khas Cirebon yang kemasannya menggunakan daun jati tersebut. Namun di Nasi Jamblang brekelle, yang mangkal di perempatan jalan, antara jalan Pandesan, Pekalangan dan jalan Kebon Cai ini. Kata “sambal” jarang sekali terdengar. Umumnya para pembeli menyebutnya dengan kata “brekelle”.

Brekelle adalah sambal yang berbahan dasar tempe dan cabe rawit yang di gerus menjadi satu. Sambal yang rasanya super pedas ini, tidak dapat kita temui di pedagang nasi jamblang manapun yang ada di kota Cirebon. Umumnya para pedagang nasi jamblang menggunakan cabai merah yang diolah menjadi sambal goreng.

Menu yang tidak biasa tersebut, justru membuat nasi jamblang brekelle, begitulah julukan para pelanggan, selalu ramai dikunjungi pembeli. Nasi jamblang yang biasa buka pukul enam petang tersebut, selalu kandas diserbu pembeli tak lebih dari dua jam sejak dibuka. Para pengunjung biasanya ramai berdatangan sekitar pukul tujuh malam, hingga membuat pedagangnya kuwalahan melayani semua pembeli.

Menurut pedagangnya, julukan sambal brekelle diberikan oleh para pelanggannya. Karena sambal yang rasanya super pedas itu dapat membuat lidah kita menjadi “kriting” saat menikmatinya. Rasanya yang super pedas juga dinilai sangat cocok disantap bersama nasi jamblang, yang umumnya berasa manis. Keunikan rasa inilah yang membuat nasi jamblang brekelle memiliki begitu banyak pelanggan tetap yang rela antri mendapat giliran tempat duduk, untuk menyantap si brekelle yang super hot tersebut.

Namun, walaupun rasanya super pedas, tidak membuat para pelanggannya gentar untuk menyantap brekelle yang dikemas dalam pincuk (bungkus) kecil, yang takarannya kurang lebih satu sendok makan ini. Bahkan ada juga pelanggan yang bisa menghabiskan sedikitnya empat bungkus sambal brekelle dalam satu porsi nasi jamblang yang ia santap.

Lokasi Nasi Jamblang Brekelle  di Perempatan Jl Pandesan-Jl Pekalangan 
Selain sambal yang super pedas, nasi jamblang brekelle juga memiliki andalan lain, yaitu tempe tepung yang super gurih dan renyah, yang membuat santapan nasi jamblang anda semakin meriah. Soal harga jangan khawatir. Rata-rata menu yang ada di nasi jamblang brekelle ini hanya seharga lima ratus rupiah. Porsi nasinya dalam satu bungkus daun jati juga tidak terlalu banyak, karena itu janganlah kaget jika satu orang dapat menghabiskan empat atau enam bungkus nasi dalam satu porsinya.

Jika anda tertarik untuk menikmatinya, datang saja ke Jl. Pekalangan antara pukul 18.00 s/d 18.30, karena saat itu jumlah pengunjung belum terlalu ramai, sehingga anda dapat menikmati lezatnya nasi jamblang brekelle yang super hot dengan leluasa. Tapi jika anda datang lebih dari jam tujuh malam, jangan harap anda masih dapat menjumpai menu nasi jamblang yang lengkap di sana. (ysg)

Saturday, June 11, 2011

Obat Nafsu Makan Paling Mujarab


Kesulitan membujuk anak kecil untuk mau makan, mungkin menjadi masalah bagi sebagian besar orang tua. Berbagai macam cara pasti akan ditempuh agar si buah hati  mau makan. Dari bercerita, mengajak si kecil ke tempat bermain favoritnya, hingga memberikannya obat nafsu makan paling super pun, akan diupayakan untuk memancing nafsu makan si kecil. Namun tidak jarang semua upaya kandas, karena si buah hati tetap enggan untuk makan.

Namun saat ini, para orang tua tidak usah terlalu khawatir, ada “obat” nafsu makan lain yang cukup mujarab untuk memacu nafsu makan si kecil. Yaitu odong-odong. Mainan yang disukai anak-anak ini sangat mudah ditemui di pemukiman-pemukiman penduduk, karena bentuk odong-odong yang mirip becak memudahkannya untuk berkeliling hingga ke pelosok pemukiman. 

Biasanya dalam satu buah odong-odong terdapat empat unit mainan yang bentuknya beraneka ragam dan bisa ditunggangi oleh anak-anak, ada yang berupa kuda-kudaan, motor, perahu hingga boneka Upin-Ipin dan Litle Khrisna. Odong-odong yang digerakkan secara manual dengan dikayuh ini, akan mengayun anak-anak dengan lembut, ditambah lagi iringan lagu anak-anak yang ceria, hingga mereka akan begitu menikmatinya. Tidak jarang anak-anakpun akan turut bernyanyi mengikuti alunan lagu yang diputar melauli kaset tersebut.
 
 Dalam kondisi seperti ini biasanya anak-anak tidak akan rewel lagi jika disuapi makan. Bahkan tidak jarang, anak yang biasanya sulit makan, saat bermain odong-odong mereka menjadi lahap makan, bahkan dengan porsi yang lebih banyak dari biasanya.

Selain bergerilya di pemukiman penduduk, para penyedia jasa odong-odong juga dapat kita temui dengan mudah di tempat-tempat keramaian. Seperti pada hari minggu pagi di Alun-alun Kejaksan Cirebon, maupun di pelataran parkir Stadion Bima. di tempat-tempat tersebut, odong-odong menjadi buruan para ibu yang hendak menyuapi si buah hatinya


“Odong-odong memang obat makan paling mujarab!” Celetuk seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya sambil bermain odong-odong di Bima, minggu pagi tadi. (ysg)

Thursday, June 9, 2011

Sudah Saatnya Cirebon Merdeka


Kemenangan TIMNAS Indonesia dalam ajang AFF Suzuki 2010 dengan serentetan kemenangan yang gemilang, menjadikan euforia tersendiri bagi masyarakat Indonesia terhadap sepak bola nasional. Gegap gempita dan gemuruhnya dukungan terhadap Bambang Pamungkas dan kawan-kawan tidak hanya merasuki masyarakat biasa saja, tetapi juga para petinggi negeri. Hingga presiden SBY dan segenap jajaran mentrinya meluangkan diri untuk menonton langsung aksi TIMNAS saat melawan Filipina beberapa hari yang lalu. Euforia ini semakin memuncak dengan keberadaan dua pemain naturalisasi seperti Irfan Bachdim dan Christian Gonzales, sehingga kaum hawa pun turut larut dalam mendukung sepak terjang Tim Garuda tersebut.

Euforia tersebut serentak menjangkitkan demam sepak bola di kalangan masyarakat dari berbagai usia. Bukan hanya permainan sepak bola yang semakin kerap dimainkan, dari lapangan besar hingga di pinggir-pinggir jalan, tapi kaos TIMNAS menjadi marak dijual di pasaran dan laris manis bak kacang garing. Euforia ini mengingatkan saya kepada Cirebon, kenapa Cirebon tak lagi memiliki klub sepak bola yang mumpuni, padahal memiliki stadion yang lumayan bagus seperti Stadion Bima. Kenapa saya bilang bagus? Karena lapangan ini memiliki drainase yang cukup baik, sehingga tidak ada genangan air saat hujan turun.

Padahal dulu Cirebon pernah memiliki klub sepak bola sendiri yang pernah berlaga di ajang nasional seperti Klub Sepak Bola Indocement dan klub besar lainnya seperti PSIT (Persatuan Sepak Bola Indonesia Tjirebon) dan PSGJ (Persatuan Sepak Bola Gunung Jati). Dimana ketiga klub besar tersebut kini tidak terdengar lagi kiprahnya di dunia persepakbolaan. Jangankan tingkat nasional ataupun regional. Ditingkat Kota/Kabupaten Cirebon sendiripun nyaris tak terdengar keberadaannya.

Romeojuliet.doc
Jika dilihat dari kondisi masyarakat Cirebon, sangat besar animo mereka terhadap dunia sepak bola. Terbukti banyak warga Cirebon yang kini menjadi pendukung setia PERSIB Bandung dengan Viking-nya ataupun yang menggabungkan diri dalam Jack Mania untuk Mendukung PERSIJA Jakarta, bahkan pendukung Bajul Ijo PERSEBAYA Surabaya pun cukup banyak bertebaran di Kota Udang ini. Dukungan tersebut sangat kentara saat klub-klub sepak bola idola mereka sedang bertanding. PERSIB Bandung misalnya, jika klub kebanggaan urang Bandung itu sedang bertanding, tak jarang jalanan di kota Cirebon dipenuhi dengan konvoi kendaraan bermotor yang penuh dengan atribut Viking.

Saya yakin dukungan yang besar dari masyarakat Cirebon pecinta bola terhadap klub sepak bola luar Cirebon, seperti PERSIB Bandung, PERSIJA Jakarta, bahkan PERSEBAYA Surabaya, dikarenakan  masyarakat Cirebon butuh penyaluran akan besarnya rasa cinta mereka pada sepak bola. Saya rasa sudah saatnya para pemerhati dan pecinta kota wali ini memikirkan, bagaimana caranya untuk membangkitkan kembali “arwah” persebakbolaan Cirebon, seperti dengan menyortir bibit unggul melalui turnamen-turnamen lokal yang secara rutin di gelar ataupun dengan mendirikan sekolah sepak bola yang kompeten dan dikelola secara profesional.

Saya rasa sudah saatnya Cirebon merdeka, tidak lagi hanya menjadi tim penggembira dari klub-klub besar asal kota lain yang sedang bertanding.  Sudah cukup kita menjadi “pelayan” yang berusaha semaksimal mungkin memberikan room service terhadap klub luar kota yang menjadikan Cirebon sebagai homebase-nya.

Saya yakin, bahkan teramat yakin! Jika kita mau pasti kita akan mampu mewujudkan impian ini. Memiliki klub sepak bola sendiri yang dapat berlaga dengan tangguh di liga nasional. Dimana masyarakat Cirebon  tidak lagi menjadi supporter kota lain, yang berteriak lantang sambil berkeliling kota, dengan mengusung nama kota lain yang jaraknya berpuluh-puluh kilo dari Cirebon. 


Jika saja ada calon walikota/bupati Cirebon yang dalam kampanyenya mengusung program pembentukkan klub sepak bola Cirebon, saya pasti akan mendukungnya dalam pemilihan.

Apakah ada wong cherbon lainnya yang juga memiliki impian yang sama dengan saya? (ysg)

Friday, June 3, 2011

Menelusuri Jejak Perlawanan di Keraton Kacirebonan


Memasuki gerbang keraton Kacirebonan pada hari jadi keraton termuda di tanah Cirebon tersebut, membuatku berpikir untuk membandingkannya dengan keraton lainnya di wilayah Cirebon. Seperti Kasepuhan dan Kanoman, pada keraton Kacirebonan tidak kita ketemui gapura gaya bentar khas Majapahit sebagaimana yang dapat kita ketemui di dua keraton lainnya maupun yang tersebar di seluruh gedung perkantoran dan sekolah di Cirebon.

Pada Keraton Kacirebonan yang kita ketemui adalah tembok tinggi dengan gerbang tak bergapura, hanyalah pintu besar yang dihiasi atap joglo di atasnya. Kacirebonan yang juga merupakan keraton terkecil di Cirebon ini lebih mirip dengan bangunan padukuhan atau rumah-rumah adipati pada masa kerajaan dulu.


Namun begitu, Kacirebonan juga memiliki sejarah panjang dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di dalamnya. Berdirinya Keraton Kacirebonan tak lepas dari ulah kolonial Belanda dalam memecah belah kekuatan pribumi saat itu. Berawal dari perjanjian yang dibuat antara Belanda dan Cirebon pada masa pemerintahan Sultan Anom IV Muhammad Khaeruddin, yang isinya secara langsung memperlemah kekuasaan sultan Cirebon dan menyengsarakan rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tidak populer, seperti sistem tanam paksa (cultuur stelsel) pajak yang sangat tinggi dan sangat mencekik rakyat, serta campur tangan belanda terhadap urusan keraton yang dinilai melecehkan kewibawaan sultan dan keraton.

Adalah Pangeran Raja Kanoman beserta para putra sultan lainnya, seperti Pangeran Raja Kabupaten dan Pangeran Raja Laut.  Mereka secara tegas dan berani menentang campur tangan Belanda terhadap kebijakan keraton, yang memaksa keraton untuk tidak memihak kepada rakyatnya. Hal ini membuat pemerintah kolonial geram dan pada tahun 1762 memaksa para pangeran tersebut keluar dari lingkungan keraton, dengan mencabut gelar dan tahta waris mereka.

Setelah tersisih dari kehidupan keraton, Pangeran Raja Kanoman hidup berbaur bersama rakyat di kawasan Pesantren Buntet yang saat itu dipimpin oleh Mbah Muqoyim salah satu tokoh agama keraton yang juga memilih untuk mengabdi dari luar keraton. Keberadaan sang pangeran di tengah-tengah rakyatnya, selain menimbulkan simpati juga telah membangkitkan semangat perlawanan rakyat. Karena itu disamping menuntut ilmu agama, sang pangeran pun menyusun kekuatan perlawanan rakyat yang di sokong oleh kekuatan santri.
Pada tahun 1802, serentetan pertempuran pun terjadi setelah itu. Dari pertempuran-pertempuran kecil hingga pertempuran besar, seperti perang Kedongdong yang membuat Belanda kewalahan dan rugi ratusan juta Gulden. Hingga harus meminta bantuan bala tentara Portugis untuk meredam perlawanan rakyat dan para santri.

Akhirnya pasukan Belanda berhasil membumi hanguskan Pesantren Buntet dan menangkap Pangeran Raja kanoman beserta para saudaranya. Untuk meredam perlawanan rakyat Belanda mengadili sang pangeran di Batavia kemudian membuangnya ke Ambon.

Tapi taktik Belanda tersebut tidak menyurutkan perlawanan rakyat. Berbeda dengan perlawanan rakyat di wilayah nusantara lainnya, yang menjadi api dalam sekam saat sang pemimpin perlawanan berhasil ditaklukan oleh siasat licik kolonial Belanda. Perlawan rakyat Cirebon justru semakin membara. Bukan saja protes rakyat hingga ke Batavia yang memusingkan Belanda, tapi pertempuran kecil yang terjadi serentak di hampir seluruh wilayah Cirebon, telah memusingkan Belanda, hingga pasukan mereka kocar kacir dan terpaksa menyingkir dari wilayah Cirebon.

Hingga pada akhirnya, Gubernur Berlanda untuk wilayah Jawa Tengah Bagian Utara, Nikolas Engelhard, memutuskan untuk mengambil jalan damai dan mengadakan perundingan pada tanggal 18 Agustus 1806,yang hasilnya memutuskan untuk mengembalikan Pangeran Raja Kanoman ke tahtanya. Hal ini baru terlaksana setahun berikutnya yaitu pada tahun 1807.

Tulisan Tangan Gubernur Daendels
Melalui Surat Keputusan 13 Maret 1808, Gubernur Jendral Belanda, Daendles melantik Pangeran Raja Kanoman  sebagai sultan yang ke tiga,dengan gelar Sultan Carbon Amirul Mukminin Mukhammad Khaeruddin. Dengan wilayah kekuasaan meliputibatas kali sukalila sampai perbatasan Kadipaten, utara sampai batas kali bengawan wetan, Kulon termasuk kandanghaur dan kabupaten Indramayu. Dengan beberapa pembatasan hak kekuasaan oleh Belanda, seperti ia tidak diperkenankan meneruskan tahta Sultannya kepada turunannya alias hanya pada dirinya sendiri (Sepanjenengan Kiwala ).

Sifat perlawanan Sang Pangeran tidak luntur begitu saja walaupun Belanda telah mengembalikan haknya sebagai sultan. Ia melarang rakyatnya mematuhi aturan tanam paksa belanda, hingga menyebabkan belanda merugi dan membuat Daendels geram. Hingga sang Gubernur Jendralpun mengeluarkan keputusan yang menjadikan sultan sebagai Ambtenaren Van Zijne Majesteit den Koning Van Holland ( pegawai Sri baginda Raja Holland ) dan pemerintah mengeluarkan Reglement 1809 yang mengatur pengelolaan daerah Cirebon.

Namun sang Pangeran tetap saja tidak mau menempatkan dirinya sebagai bawahan Belanda, beliau tetap memberontak terhadap aturan-aturan belanda. Akhirnya Belanda melakukan tindakan tegas dengan memecat Pangeran Raja Kanoman pada tanggal 2 Maret 1810.

Empat tahun kemudian (1814) Sultan Carbon Kacirebonan Amiril Mukminin Wafat dan kepemimpinan Sultan Carbon dilanjutkan oleh Permasuari Ratu Sultan Gusti Resminingpuri atas izin Belanda. Pada tahun 1815, sang Ratu meindahkan keratonnya dari Sunyaragi ke Pulasaren hingga saat ini. (ysg)

*) ditulis dari berbagai sumber

Perang Kedongdong Bukti Heroisme Para Santri


Ilustrasi pertempuran melawan Belanda (Doc: Istimewa)
Sebuah pertempuran besar luput dari catatan sejarah nasional. Pertempuran tersebut terjadi di Kedongdong (1753-1773), tujuh belas tahun sebelum pecahnya perang Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan Perang Jawa.

Kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan pajak dengan nilai tinggi kepada rakyat, dinilai sebagai kebijakan yang sangat mencekik, karena saat itu rakyat berada pada kondisi yang miskin dan serba kesulitan. Kebijakan ini mendapatkan tentangan yang sangat kuat dari rakyat, khususnya kaum santri. Saat itu mulailah terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda.

Pergolakan melawan belanda bertambah hebat, Setelah Pangeran Suryanegara, Putra Mahkota Sultan Kanoman IV menolak tunduk terhadap perintah kolonial Belanda. Ia memutuskan untuk keluar dari keraton dan bergabung bersama rakyat untuk melakukan perlawanan.

Di bawah pimpinan sang pangeran, semangat rakyat semakin membara sehingga pemberontakan sengit terjadi di mana-mana. Pasukan Belanda pun semakin terdesak, mereka mengalami kekalahan perang yang sangat besar, bukan saja kehilangan ribuan nyawa prajuritnya, tapi juga kerugian sebesar 150.000 Gulden untuk mendanai perang tersebut.

Dalam keadaan putus asa Menghadapi perlawanan rakyat di bawah pimpinan Pangeran Suryanegara, Belanda pun meminta tambahan pasukan, bahkan Belanda pun meminta bantuan dari pasukan Portugis yang berada di Malaka, untuk membantu mereka meredam perlawanan rakyat Cirebon.

Kedatangan enam kapal perang yang mengangkut bala bantuan pasukan Belanda, yang di dukung oleh kekuatan tentara portugis di Pelabuhan Muara Jati, tidak membuat ciut perlawanan rakyat. Justru sebaliknya semangat perlawanan mereka semakin menjadi. Pertempuran besar-besaran terjadi di Desa Kedongdong Kecamatan Susukan. Dalam pertempuran tersebut ribuan nyawa melayang, baik di pihak rakyat maupun Belanda.

Setelah menjalani pertempuran selama dua puluh tahun (1753-1773), akhirnya Belanda sadar bahwa mereka tidak bisa menghadapi perlawanan rakyat secara frontal. Merekapun mencari cara untuk melumpuhkan semangat perlawanan rakyat. Salah satu caranya adalah menangkap Pangeran Kanoman, karena dibawah kepemimpinan sang pangeran semangat perlawanan rakyat semakin berkobar.

Akhirnya dengan segala tipu dayanya yang licik, Belanda dapat menangkap Pangeran Kanoman tersebut. Belandapun menahannya di Batavia, kemudian mengasingkannya di Benteng Victoria Ambon. Bukan itu saja, Belanda juga mencabut gelar dan hak kebangsawanan Pangeran Kanoman. Setelah ditangkapnya sang pangeran, perlawanan rakyat semakin melemah. Sedikit demi sedikit pasukan Belanda berhasil menguasai pertempuran.

Walaupun luput dari catatan sejarah nasional, Perang Kedongdong ternyata memiliki arti tersendiri bagi Belanda. Pertempuran yang memakan kerugian besar bagi Belanda, baik harta maupun nyawa itu, telah ditulis dalam sebuah kisah naratif oleh seorang prajurit Belanda bernama Van Der Kamp. Tulisan asli Van Der Kamp saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Belanda.

Perlawanan yang diberikan oleh Pangeran Suryanegara beserta rakyat Cirebon dalam Perang Kedongdong, dapat kita setarakan dengan sengitnya perlawanan yang di berikan oleh Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol maupun Cut Nyak Dien. Karena itu sudah sepantasnya pertempuran tersebut di catat dalam sejarah sebagai pertempuran yang bersifat nasional bukan hanya sekedar pertempuran masyarakat lokal. (ysg)




Ulang Tahun Keraton Kacirebonan: Merayakan Kembali Semangat Perjuangan Rakyat


Meriam alteleri berukuran besar mengawal gerbang keraton Kacirebonan, dengan beberapa orang tentara bersiaga di dekat meriam tersebut. Sebuah pemandangan yang tidak biasa di halaman Keraton Kacirebonan yang biasanya sepi lengang.

Bukan hanya itu saja, sebuah panggung kecil berdiri tak jauh dari meriam tersebut. Beberapa penari cilik dengan lincah  bergantian membawakan tari topeng kelana di atas panggung tersebut. Pemandangan yang tidak biasa ini ternyata adalah bagian dari perayaan ulang tahun Kacirebonan yang ke 203 tahun.

Keraton termuda di Wilayah Cirebon yang resmi berdiri pada tahun 1808 tersebut, pada tanggal 20 Mei hingga 23 Mei 2011 yang lalu menyelenggarakan pesta ulang tahun, yang bernafaskan semangat perjuangan Keraton Kacirebonan bersama rakyat, sebagaimana sejarah awal berdirinya Keraton Kacirebonan.

Dalam perayaan yang digelar selama tiga hari tersebut, keraton kacirebonan menampilkan beberapa stand pameran yang beragam. Selain menampilkan panggung kesenian dari kelompok kesenian Sekar Pandan Asuhan Elang Heri. Juga menampilkan pameran persenjataan dari unsur militer seperti Angkatan laut dan Angkatan Darat. Bukan itu saja, Komunitas Tionghoa Cirebon juga turut mengambil peran daram perayaan tersebut. Mereka menampilkan pameran foto Cirebon tempo dulu yang mengangkat beberapa bangunan bersejarah komunitas tionghoa di Cirebon.

Di bagian bangsal Keraton Kacirebonan, digelar literatur-literatur kuno yang dimiliki oleh Keraton Kacirebonan. Ada yang bertuliskan huruf Jawa kuno dan ada pula bertuliskan huruf Arab. Literatur tersebut sudah cukup tua, beberapa diantaranya sudah berusia ratusan tahun. Menurut Rokhman, petugas dari Konservasi Budaya Cirebon, literatur-literatur yang dipamerkan tersebut, hanyalah sebagaian kecil literatur yang di miliki oleh Cirebon. Literatur-literatur lainnya tersebar di keraton-keraton Cirebon lainnya, bahkan ada yang dimiliki secara pribadi oleh perorangan. Namun dari sekian banyak literatur yang ada, masih sangat sedikit yang sudah dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi acuan sejarah budaya Cirebon.

Akta Pendirian Kacirebonan  
Selain literatur juga, turut dipamerkan akta pendirian Keraton Kacirebonan yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Gubernur Hindia Belanda, Daendels. Akta tersebut disimpan dengan perlindungan seadanya, yaitu hanya menggunakan laminating dari plastik mika. Namun begitu, tulisannya yang menggunakan tulisan tangan berbahasa Belanda masih cukup jelas terbaca, dengan stempel merah miliki Gubernur Hindia Belanda saat itu.

Dalam perayaan tersebut juga di pamerkan berbagai macam keris yang ada di pulau Jawa. Beberapa diantaranya adalah keris kuno yang telah berusia ratusan tahun dan selebihnya adalah keris-keris buatan masa kini. Namun menurut Mpunya, walaupun di buat di jaman modern, keris-keris tersebut tetap dibuat dengan laku ritual selayaknya keris-keris kuno, untuk mempertahankan budaya dalam pembuatan keris.

Tak jauh dari pameran keris di gelar, dua orang seniman batik dengan piawai menunjukkan keahliannya dalam membuat batik tulis. Tangan-tangan mereka cukup trampil dalam menorehkan canting di atas kain putih, hingga membentuk sebuah motif batik yang cukup indah. Kepiawaian mereka cukup menarik perhatian pengunjung, mereka berkerumun, berlomba untuk melihat lebih dekat tangan-tangan para pembatik itu beraksi. Bahkan pengunjung anak-anakpun dibuat terpesona dengan kemahiran para pembatik tersebut memainkan cantingnya. Gerak tangan mereka seolah-olah seperti sedang menari di atas kain. Begitu lincah, lembut dan menyisakan keindahan.

Bergeser sedikit dari stand pembatik, kita akan disuguhi pemandangan sepeda-sepeda onthel tua yang sangat klasik dan menarik. Selain memajang sepeda tua nan antik, stand yang dikelola oleh komunitas sepeda onthel “Cepot” juga memamerkan aksesoris sepeda onthel yang tidak kalah unik dan menarik.

Walaupun hanya sedikit dan sederhana ragam yang dipamerkan, perayaan ulang tahun Keraton Kacirebonan cukup mengingatkan kita akan manunggalnya Keraton Kacirebon dengan perjuangan rakyat melawan penjajah belanda, diawal berdirinya keraton termuda di Cirebon tersebut. Walaupun lebih di dominasi dengan pameran peralatan tempur, tidak ada kesan penjagaan ketat oleh para aparat yang bertugas di sana. Para pengunjung dapat bebas melihat persenjataan tersebut dari dekat. Bahakan tidak jarang ada pengunjung yang berpose dengan latar belakang peralatan tempur, seperti meriam anti pesawat udara milik AL.

Semoga dengan diadakan perayaan ulang tahun seperti ini. Akan semakin membantu peran keraton, khususnya Keraton Kacirebon untuk semakin memperkaya seni dan budaya yang hidup di tanah Cirebon. Sehingga masyarakat Cirebon tidak terputus akar budayanya, akibat terkikis dengan budaya-budaya asing yang semakin pesat mengambil hati kaum muda. (ysg)

Minimnya Referensi Sejarah Cirebon


Pernah mendengar kalimat The Gate of Secret? Yang jelas ini bukanlah judul film ataupun novel misteri. Bagi orang Cirebon, kalimat yang berarti Gerbang Kerahasiaan ini harus dibiasakan untuk diucapkaan ataupun didengar. Karena kalimat ini adalah branding yang akan disandang oleh Kota Cirebon untuk menjual potensi wisatanya. Branding/slogan ini diambil, karena Kota Cirebon dianggap menyimpan rahasia besar akan masa lalunya yang menarik untuk dijual ke para wisatawan, baik asing maupun domestik. Bisa dikatakan slogan tersebut akan mengantarkan kita untuk menapaki jejak sejarah di Kota Cirebon.

Ironisnya, banyak masyarakat Cirebon sendiri yang tidak mengetahui sejarah Cirebon. Bahkan saat ini sangat sulit sekali bagi kita untuk mencari referensi tentang sejarah Cirebon. Di Cirebon sendiri hanya sedikit sekali terdapat buku-buku mengenai sejarah Cirebon. Menurut pengamatan CIREBON insight, setidaknya ada dua buku yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui sejarah Cirebon. Pertama adalah buku berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang ditulis oleh P.S. Sulendraningrat dan sudah mengalami berkali-kali naik cetak dengan cover yang berbeda-beda. Buku inilah yang sering dijadikan referensi sejarah Cirebon.

Sayangnya, buku yang tidak mencantumkan nama penerbit ini, belum menggunakan ejaan yang sempurna, sehingga kita akan mudah lelah dalam membacanya. Buku lain yang dapat kita temukan adalah buku-buku yang berkisah tetang sejarah Sunan Gunung Jati, seperti buku yang berjudul Sekitar Komplek Makam Sunan Gunung Jati Dan Sekilas Riwayatnya yang di tulis oleh Hasan Basyari yang diterbitkan oleh Zul Fana Cirebon. Kesamaan dari kedua buku ini tidak dikemas secara eksklusif, tapi tampilannya lebih mirip dengan buku-buku stensilan.
Namun jangan harap dapat menemukan buku-buku tersebut di toko-toko buku. Buku-buku tersebut dapat kita jumpai di pedagang-pedagang buku kaki lima atau di lapak-lapak buku bekas. Itupun sangat sulit untuk mendaapatkannya. Hanya berapa tempat saja di Cirebon yang masih menjual buku-buku tersebut, seperti di depan Masjid Agung Kasepuhan dan di Situs Pemakaman Gunung Jati.

Sebenarnya masih banyak sejarah Cirebon yang belum tergali. Seperti yang dituturkan oleh Rokhman, petugas konservasi budaya Cirebon, saat ditemui di Stand Budaya HUT Kacirebonan beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, sebenarnya referensi sejarah Cirebon itu kaya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya literatur/transkrip kuno yang belum tergali. Saat ini transkrip-transkrip tersebut tersebar di banyak “tangan”, ada yang dikoleksi oleh keraton, seperti Keraton Kacirebonan salah satunya ada pula yang tersebar di tangan perorangan.

Dari sekian banyak transkrip tersebut. Hanya sedikit transkrip yang telah dapat diterjemahkan, seperti transkrip Babad Cirebon. Ini dikarenakan semakin sedikitnya sumber daya manusia yang dapat menterjemahkan transkrip tersebut, karena ditulis dengan menggunakan huruf Jawa Kuno dan huruf Arab. Hal ini dipersulit dengan kpondisi transkrip yang mulai lapuk dimakan usia, yang membuat beberapa tulisan pudar bahkan tidak terbaca sama sekali.  Menurut Rokhman saat ini, pihak konservasi budaya sedang berupaya mendata semua transkrip yang ada dan berupaya untuk menterjemahkannya. “Apa yang kami lakukan seperti “menyusun puzzle”, menyatukan keping demi keping agar sejarah Cirebon tidak menjadi sejarah yang hilang.” Pungkasnya di sela-sela kesibukannya pada perayaan HUT Kacirebonan kemarin.

Dengan tekad kuat Pemerintah Kota Cirebon mengusung The Gate of Secret sebagai slogan wisata kota Cirebon, rasanya perlu bagi pemerintah untuk mensosialisasikan kembali sejarah Cirebon kepada warganya, agar warga Cirebon dapat maksimal mendukung slogan tersebut dan terutama lagi agar sejarah Cirebon tidak benar-benar menjadi rahasia yang sulit diungkap. (ysg)

Cirebon Cantik dari Ketinggian



Ingin menikmati suasana yang berbeda di kota Cirebon? Berkunjunglah ke Masjid Raya At Taqwa di sore hari. Di sana terdapat menara yang menjulang tinggi dengan ketinggian 60 meter. Setiap harinya menara tersebut di buka untuk umum dari pukul 15.00 hingga 17.30 WIB dan khusus hari sabtu, minggu maupun hari libur menara tersebut dibuka mulai pukul 06.00 WIB.

Dengan membayar tiket seharga tiga ribu rupiah kita dapat menikmati indahnya kota cirebon dari atas menara yang memiliki 15 lantai tersebut. Ada tiga lantai yang memiliki balkon, dimana kita bisa leluasa menikmati pemandangan dari luar, yaitu lantai 5, lantai 9 dan terakhir lantai 13. Dari lantai 9 kita sudah disuguhi pemandangan yang luar biasa. Di arah timur kita bisa melihat laut membentang sedangkan di bagian barat kita bisa melihat Gunung Ciremai menjulang. Jika langit sedang cerah kita dapat melihat pemandangan-pemandangan tersebut lebih indah lagi.

Untuk menaiki menara masjid di butuhkan sedikit perjuangan ekstra. Dari lantai dasar hingga lantai 5 kita akan menapaki anak tangga yang besar dan mudah untuk dipijak, sepanjang perjalanan kita akan disuguhi foto foto masjid agung yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Sementara antara lantai 5 hingga lantai 9 ruangan semakin bertambah sempit, anak tangga yang kita titi pun berukuran lebih kecil dan kita perlu hati-hati untuk menapakinya, terutama saat turun. Selanjutnya antara lantai 9 dan 15 kita akan menjumpai ruangan yang lebih sempit lagi, hingga kita perlu lebih hati-hati lagi.

Namun, semua perjuangan tersebut tidak akan sia-sia, begitu kita sampai di atas dan menikmati pemandangan dari ketinggian. Semua jerih payah kita akan terbayar semua.

 Di atas, selain kita dapat merasakan angin sore yang sejuk, kita juga dapat menikmati pemandangan Cirebon yang berbeda dari segala penjuru, hanya tinggal mengitari menara masjid saja. Suasana di atas sana sangat cocok bagi para pencari ketenangan. Soal keamanan, jangan khawatir,balkon menara dilindungi oleh pagar yang tinggi, karena itu aman bagi orang dewasa ataupun anak-anak. Bagi yang tidak kuat meniti tangga sampai ke puncak menara, lantai 9 pun sudah cukup menyajikan pemandangan Cirebon dari ketinggian yang indah.(ysg)

Thursday, June 2, 2011

Hangatnya Wedang Jahe Silahturahmi



Sholat Maghrib berjamaah lah di Masjid Raya At Taqwa Cirebon. Selain mendapatkan suasana interior yang sejuk, kita juga akan dihangatkan oleh secangkir wedang jahe. Setiap usai sholat Maghrib berjamaah, pengurus masjid akan menyediakan puluhan gelas kecil berisikan jahe panas untuk dibagikan ke para jamaah. Gelas-gelas tersebut disajikan pada dua meja yang berbeda. Satu untuk jamaah pria, satu lagi untuk jamaah pria. Pada meja tersebut tertulis “WEDANG JAHE SILAHTURACHMI”.

Setelah do’a usai sholat Maghrib selesai, para jama’ah secara tertib menghampiri tempat di mana wedang jahe tersebut disajikan.

Tidak ketinggalan para jemaah anak-anak pun turut menikmati hangatnya wedang jahe tersebut dengan ceria. Para jamaah berbincang satu sama lain sambil menikmati hangatnya wedang jahe. Tampak pengurus masjid dengan sigap menambah pasokan wedang jahenya, jika dilihat gelas yang disajikan telah habis sementara masih ada jamaah yang datang untuk menikmati wedang tersebut.

“Ini untuk menghangatkan suasana dan menjalin silahturahmi antar jamaah, disamping bentuk sodaqoh (amal) dari masjid ataupun para donatur.” Jelas salah seorang pengurus masjid yang enggan disebutkan namanya. Tapi pada umumnya jemaah menyambut positif “acara” minum wedang jahe usai sholat Maghrib tersebut. “Cukup menghangatkan suasana dan memancing kami untuk saling berbincang, benar-benar wedang jahe penjalin silahturahmi.” Tutur Margono, jamaah asal Pasuran yang sedang mengikuti tur wisata ziarah ke kota Cirebon. “Pokoknya maknyuss deh, apalagi kalo ada camilannya.” Celetuk Iwan Rachmat, bocah kelas 6 SD asal Kejaksan yang turut berjamaah di masjid saat itu. (ysg)