Foto : Istimewa |
Jejak perkawinan budaya pada sejarah Cirebon masih tampak terlihat pada bangunan Makam Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa. Pada Makam Sunan Gunung Jati dapat kita lihat perpaduan 3 budaya, yaitu Jawa Arab dan China. Di mana arsitektur Jawa dapat jelas terlihat pada bentuk gapura pintu masuk utama dan pada pada bentuk bangunan yang menyerupai bangunan Joglo dengan atap limasan.
Foto : Istimewa |
Arsitektur jawa juga kental terlihat pada dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit (referensi lain menyebutnya dari Dermak) sebagai hadiah pernikahan Sunan Gunung Jati yang menikahi Nyi Mas Tepasari, putri dari salah seorang pembesar Majapahit yang bernama Ki Ageng Tepasan. Sedangkan Balaimangu Padjadjaran merupakan bangunan yang dibuat oleh Prabu Siliwangi sebagai hadiah penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Kesultanan Pakungwati (kesultanan sebagai cikal bakal berdirinya Kesultanan Cirebon).
Foto : Istimewa |
Sedangkan budaya arab dapat jelas terlihat dari arsitektur bergaya Timur Tengah yang terletak pada hiasan kaligrafi yang terukir indah pada dinding dan bangunan makam di sana. Konon di sekitar Makam Sunan Gunung Jati terdapat pasir Malela yang dibawa langsung dari Mekkah oleh Pangeran Cakrabuana. Pasir ini tidak diperbolehkan dibawa keluar dari kompleks pemakaman. Para Juru Kunci sendiri diharuskan membersihkan kaki-nya sebelum dan sesudah dari makam agar tidak ada pasir yang terbawa keluar.
Foto : Istimewa |
Dan yang tidak kalah menarik adalah sentuhan budaya Cina yang tampak pada desain interior dinding makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselin, yang dibawa oleh istri Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Ratu Rara Sumandeng (Ong Tien Nio) yang merupakan putri dari kaisar Hong Gie dari Dinasti Ming (sekitar abad ke-13 M). Keberadaan keramik dan piring porselin yang menempel pada dinding makam hingga kini masih tampak terawat dan bersih walaupun telah berusia ratusan tahun.
Karena percampuran budaya itulah, Makam Sunan Gunung Jati tidak hanya di ziarahi oleh umat Islam saja, tetapi juga oleh mereka yang beragama Budha dan Hindu pun turut berziarah ke sana. Bahkan di dalam kompleks Makam Sunan Gunung Jati terdapat tempat khusus bagi warga keturunan Tionghoa untuk berdoa. (ysg)
No comments:
Post a Comment