Foto: Pikiran Rakyat Online |
“Di Keraton Kanoman akan
digelar pentas tari Kajongan besok malam” begitulah bunyi pesan singkat yang
aku terima pada tanggal 9 September 2011 dari Masham, seorang teman yang juga seorang
fotografer yang aktif sebagai Citizen Journalist. Dalam benakku langsung
terlintas dukuh Kajongan yang terletak di Purbalingga Jawa tengah. Ternyata dugaanku
itu salah, Kajongan adalah salah satu tarian Cirebon yang hampir punah. Pantas saja
banyak orang yang tidak mengetahuinya, termasuk orang Cirebon sendiri. Karena
tarian ini terakhir di pentaskan pada tahun 1948, itu pun khusus digelar di depan
keluarga keraton saja.
Tari Bedaya Kajongan
adalah tarian yang diciptakan pada masa Sultan Kanoman VIII, yaitu Sultan Raja
Dzoelkarnaen yang memimpin sekitar abad ke -17. Tari kajongan mengutarakan tentang
filosofi perang yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral, etika sosial serta
sejarah yang sarat dengan falsafah kehidupan. Tarian ini dibawakan oleh penari
wanita yang selalu berjumlah genap (biasanya dua orang penari) yang menari
dengan membawa senjata jenis gada sebagai simbol perang. Namun karena tari ini
hanya boleh ditonton oleh keluarga keraton, dimana para penarinya juga masih
keluarga keraton yang dilarang menurunkan ilmunya di luar garis keluarga
keraton, maka lambat laun Tari Bedaya Kajongan semakin terlupakan dan berada di
ambang kepunahan.
Melihat kondisi
tersebut, keraton kanoman berupaya membangkitkan kembali Tari Kajongan dari
tidur panjangnya. Pada tahun 2009 Sultan Kanmoman XII, Sultan Raja Mochamad
Emirudin menitahkan kepada Pangeran Raja Kodiran dan Ratu Raja Arimbi Nurtina
untuk merumuskan gagasan revitalisasi seni dan melakukan penelusuran Tari
Bedaya Kajongan. Maka sejak tahun 2009 dimulailah “penggalian” kembali Tari Bedaya Kajongan, dengannkajian
bersama antara penari dan para penabuh gamelannya, hingga dapat ditelusuri
kembali koreografi tarian, musik dan desain busananya.
Berbekal dari perumusan tersebutlah,
maka dimulailah latihan rutin Tari Bedaya Kajongan, yang ditarikan oleh dua
orang penarinya yaitu, Ratu Min dan Raden Anah yang sudah sekitar 20 tahun
berhenti dari dunia seni tari. Hingga pada hari Sabtu, 10 September 2011 Tari
Bedaya kajongan kembali di pentaskan di Bangsal Jinem Keraton Kanoman pada
pukul 20:00. Kali ini tidak hanya di pentaskan di depan keluarga keraton
kanoman saja, tapi di saksikan pula oleh perwakilan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia, sekitar 50 undangan negara
sahabat, seniman, agamawan, dan perwakilan media massa.
Semoga pementasan Tari Bedaya Kajongan tersebut
menjadi awal kebangkitan kesenian Cirebon lainnya yang sampai saat ini masih
berada di ambang kepunahan, seperti Rimbe, Gododan, Golekan, Kembang, Perang
Keris, Tumenggung, dan Rahwana Gandrung (ysg)
No comments:
Post a Comment