Tuesday, April 5, 2011

Jogja Tak Lebih Istimewa Dibandingkan Cirebon


Beberapa tahun menjalani hidup sebagai mahasiswa di kota Jogja, membuat saya begitu menikmati suasana di kota gudeg tersebut. Tidak berlebihan jika saya mengatakan: apa yang dilukiskan oleh Kla Project tentang Jogja dalam lagu Yogjakarta-nya, benar-benar dapat mewakili pesona kota yang juga di juluki  sebagai kota pelajar  itu.

Jogja dalam pandangan mata saya tak ubahnya sebagai “Indonesia kecil”, masyarakat dari berbagai suku dan agama yang ada di negeri ini menyatu dalam kehidupan yang dibungkus dengan rasa toleransi yang tinggi. Bukan itu saja Jogja juga dengan segala kemajuan peradaban manusianya tetap mengakar kuat pada tradisi budayanya yang agung. Belum lagi gedung-gedung kuno dan bersejarah tetap berdiri kokoh serta terpelihara dengan baik, sebut saja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Benteng Vredeburg, Kantor pos dan Gedung Bank Indonesia, serta taman sari (water Castle) dengan puing-puingnya yang eksotis. Ditambah lagi pesona kulinernya yang dapat membuat lidah kita terus bergoyang tanpa harus menguras isi kantong kita dalam-dalam. Semua itu benar-benar menjadikan Jogja sebagai sebuah paket lengkap yang layak kita nikmati. Karena itu tidak heran jogja dengan slogannya “Never Ending Asia”, telah menjadi salah satu tujuan wisata utama di negeri ini yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun asing.

Namun begitu, walaupun saya begitu menikmati suasana Jogja, ibarat kapal, sejauh-jauhnya berlayar namun harus tetap kembali ke pelabuhan. Begitu juga dengan saya, sebetah-betahnya saya menuntut ilmu di Jogja, namun harus tetap kembali ke kota kelahiran tercinta: Cirebon. Setelah begitu lama menghirup udara di Jogja dan kembali ke tanah kelahiran, secara tidak sengaja membuat saya membanding-bandingkan antara kota gudeg dan kota udang ini.

Jogja memiliki Keraton dan tradisi budaya yang cukup kuat dan mengakar di masyarakatnya. Begitu juga dengan Cirebon! Kota kelahiranku ini juga memiliki keraton, bahkan tidak hanya satu tapi empat keraton sekaligus, yang semuanya masih aktif lengkap dengan para sultannya yang resmi bertahta. Masalah budaya yang tidak mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat cirebon, toh Jogja juga sama demikian. Hanya sebagian masyarakatnya yang masih memegang tradisi, sebagian lainnya adalah masyarakat plural yang banyak terpengaruh oleh masyarakat pendatang dan gaya hidup kota besar.

Kuliner! Jogja memiliki begitu banyak kuliner tradisional yang memiliki pencitraan kuat sebagai bagian dari pariwisatanya, seperti gudeg dan bakpia misalnya. Cirebon juga demikian, begitu banyak kuliner yang menjadi ciri khas kota wali ini, sebut saja nasi lengko, nasi jamblang, mi koclok, docang, tahu gejrot dan ganda mesri misalnya. jujur saja, bicara potensi kuliner sebetulnya Cirebon lebih kaya dibandingkan Jogja, yang keanekaragaman kulinernya lebih di dominasi oleh kuliner non Jogja.

Bagaimana dengan landmark? Di Jogja begitu banyak terdapat landmark yang hanya mendengar namanya saja sudah mengingatkan kita pada Jogja, seperti Keraton, Tugu, Taman Sari, Benteng Vredeburg dan Monumen Jogja Kembali alias Monjali. Sementara Cirebon, walaupun pada tahun sembilan puluhan kota ini pernah melego beberapa gedung bersejarahnya menjadi pusat perbelanjaan, seperti gedung Residence yang disulap menjadi sebuah mall di Karang Getas. Namun Cirebon masih memiliki begitu banyak landmark yang bisa dijadikan ciri khas kota ini, misalnya menara PDAM, Gua Sunyaragi, Keraton, Gedung BAT, Gedung BI serta Stasiun Kejaksan dan Balai kota.

Seni budaya, Jogja dikenal sebagai daerah wisata yang kaya akan seni budaya, tari-tarian, batik dan kerajinan tangan (handy craft). Sama juga dengan Cirebon, begitu kaya dengan seni budaya. Sebut saja tari Topeng yang sudah go internasional, seni lukis kaca, seni batik dengan corak mega mendungnya. Serta kesenian lain yang saat ini “bergerilya” di wilayah pinggiran seperti sintren atau Drama Babakan misalnya. Semua itu sudah pantas untuk menjuluki Cirebon sebagai kota budaya.

Semua perbandingan-perbandingan tersebut, telah membuat saya berani menyimpulkan: bahwa Jogja tidak lebih istimewa di bandingkan Cirebon. Semua yang dimiliki oleh Jogja juga dimiliki oleh Cirebon. Lalu mengapa dari segi pariwisata Jogja jauh lebih unggul daripada Cirebon? Padahal Cirebon gak kalah-kalah amat dibanding Jogja.

Pertanyaan itulah yang membuat saya harus memutar lagi semua kenangan yang pernah saya alami di Kota Jogja. Ibarat me-rewind sebuah film, saya berusaha menemukan apa yang terlewati dalam ingatan saya tentang Jogja. Ternyata satu hal penting telah luput dari ulasan-ulasan sebagaimana tersebut di atas. Hal tersebutlah yang membuat saya dan siapa pun yang pernah datang ke Jogja merasa nyaman dan selalu memiliki keinginan untuk kembali ke sana. Yaitu keramah tamahan penduduknya.

Penduduk Jogja memang dikenal sebagai penduduk yang ramah dan terbuka terhadap pendatang. Contoh kecil, saat ada orang yang menanyakan arah, tanpa ada rasa terpaksa wong jogja ini akan menjelaskannya dengan sopan dan gamblang, bahkan jika mereka sedang duduk, tanpa sungkan-sungkan mereka akan berdiri hanya untuk menjawab pertanyaan kita. Mereka juga dikenal ramah dalam memberikan sapaan terhadap orang lain. Inilah yang menimbulkan suasana nyaman sehingga kita kerasan tinggal di Jogja dan selalu ingin kembali ke sana. Masyarakat Jogja juga dikenal sangat komunikatif terhadap wisatawan. Saking komunikatifnya, banyak tukang becak maupun kusir andong yang sanggup meladeni obrolan turis asing dengan menggunakan bahasa Inggris.

Tak salah lagi jika sikap masyarakat Jogja tersebut menjadi salah satu aset pariwisata Jogja yang sangat berharga. Dengan keramahtamahan yang mereka miliki, mereka siap sebagai pendukung utama industri pariwisata. Lalu bagaimana dengan Cirebon? Dengan segala aset dan kekayaan budaya yang dimilikinya? Sudah siapkah masyarakat Cirebon menjadi pendukung utama industri pariwisata? Sudah sanggupkah kita dengan tulus menunjukkan keramah tamahan serta senyuman terhadap para wisatawan yang datang? Termasuk tidak “mencekik” mereka dengan harga makanan dan ongkos naik becak  yang selangit, dengan beranggapan toh mereka orang asing yang belun tentu kembali lagi ke sini.

Seandainya keramahtamahan tersebut secara alamiah sudah dapat kita tunjukkan. Maka tidak salah jika saya mengatakan Jogja tidak lebih istimewa dari Cirebon. Karena kedua daerah tersebut sebenarnya memiliki potensi wisata yang sama kuatnya. Hanya saja penduduk Jogja lebih siap dibandingkan Cirebon, dalam mengambil peranan sebagai pendukung utama pariwisata. Inilah yang menjadi “pe-er” kita semua sebagai warga Cirebon, serta tanggung jawab lembaga-lembaga terkait untuk lebih mengoptimalkan potensi wisata yang ada, serta melibatkan masyarakat secara aktif di dalamnya. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu “genderang perang” untuk membangkitkan wisata Cirebon dari tidurnya. (ysg)

4 comments:

  1. kalo tukang becak di jogja menguasai lima bahasa asing dah pernah nyapa kang..? asyik bgt tuh orangnya...tanpa embel2 dgn sopan dan lugas walaupun aksennya terbata-bata..

    semoga warga di Indonesia tetap ramah dan senyum kang

    ReplyDelete
  2. yup bener bgt...cirebon sbnrnya punya peluang besar bgt untuk kaya jogja, tp ya itu dia...bener bgt 'pe-er buat kita semua warga crb',

    lbh baik mncari solusi drpd menunggu para pejabat "korup" cirebon yg...ya tau semualah...apa kerja mereka...

    salam megamendunia!

    ReplyDelete
  3. Cirebon itu perlu meningkatkan kualitan pendidikan, d Jogja sangat banyak orang terpelajar yang bisa ikut serta mempromosikan kotanya, bukan berarti di Cirebon tidak ada, tp kuantitasnya mungkin masih di bawah Jogja, keliatan dari jumlah perguruan tingginya, rata2 dari lu2san sma Cirebon lebih memilih merantau ke luar kota untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas. belum lagiperhatian pemerintah akan campanye pariwisata masih berasa kurang genncar dibandingkan Jogja.

    Poten kita jelas ga kalah telak, tinggal pemaksimalannya aja yg masih kurang.. cmiiw :)

    http://cirebonmetro.blogspot.com/

    ReplyDelete
  4. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    Atau Kunjungi Situs KYAI www.pesugihan-uang-gaib.blogspot.co.id/ agar di
    berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur, saya sendiri dulu
    hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik, jika ingin seperti
    saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    ReplyDelete